Dulu, ada sepasang kaki di atas kepalaku. Kaki-kaki ibuku. Ke mana pun aku pergi, mereka mengikuti. Sering sekali aku merasa terganggu. Kurasakan kaki-kaki itu membelenggu hidupku. Teman-temanku sering mengeluh.
“Kau selalu tak bisa diajak hepi.”
Aku cuma bisa diam. Saat kaki-kaki di kepalaku mengetukkan jemari, aku wajib patuh.
Tapi itu cerita lalu. Hari ini seorang lelaki akan membebaskan aku. Sejak pertama kukatakan ‘iya’ pada ajakannya untuk menikah, kurasakan kaki-kaki di atas kepalaku mulai goyah. Segera setelah akad, suamiku menyingkirkan kaki-kaki itu.
“Mereka harus pergi.”
Aku bahagia. Tapi gembiraku menguap saat suamiku meletakkan sepasang kaki baru di atas kepalaku. Kaki-kaki ibunya.
bagus nih bang haha bagi bagi ilmunya dong 😀
ilmu apaan, Fan? 🙂
Cakeeeep …
Terima kasih, Kakaaaakk.. 🙂
Keren mas. Ajari aku mas. Ajari bikin yang spt ini.
ah, ini kebetulan ketemu ide aja, Ryan… | Ide nggak perlu luar biasa, menurutku. Kemasannya yang harus hebat. 🙂
Kemasannya. Hmmm. Itu yang bingung gmn
Ngg, mungkin saranku adalah ketika sebuah cerita selesai ditulis, endapkan. Biarkan untuk sementara waktu, mungkin sejam, sehari, atau seminggu. Lalu penulis ‘beralih posisi’ jadi pembaca. Telisik cerita yang sedang dibaca, di mana kekurangannya, di mana bagian yang bisa diringkas, atau ditambah. Semoga membantu. 🙂
Jadi posisikan sbg si pembaca ya mas. Okay. Cuma kebiasaan ikutan FFRabu pas deket waktu atau lomba lainnya jg gitu. Hehehe.
Sebenarnya sih masalah ‘tenggang waktu’ kita sendiri yang atur, Ryan. Yang penting berjarak dari saat penyelesaian. 🙂
Iya mas. Ini sih masalah internal diriku aja.
bagus banget ini Bang kiasannya…
alhamdulillah… sempat kebingungan nyari gambar ilustrasi, eh, nemu gambar yang benar-benar pas dari poster film. 🙂
sepakat sama yang lain 😀
Terima kasih, Rifky.. 🙂
apiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiikkkk banget bang 😀
Aihhh, banyak banget ‘i’-nya! Makasiih, Ie… 🙂
wahhh…keren bang *jempol*
Makasihhh, Oriiiinn.. 🙂
Wow, keren banget ini Bang!
Makasiiiihhh… 🙂
*terharu*
*sodorin tisu* 🙂
Hehe..bagus
Makasih, Dian.. 🙂
Metaforanya keren, Bang!
Ahhhh, makasiii Liaa… 🙂