[Cerita Misteri] Kotak Musik Merah Jambu

kotak musik merah jambuKotak musik itu berbunyi lagi!

Tengah malam yang hening. Sangat hening. Jangkrik dan binatang malam lainnya pun seolah enggan bersuara. Manda menajamkan telinga dan membuka mata lebar-lebar. Perlahan rasa takut merayapi hatinya. Ini kedua kalinya kotak berwarna merah jambu dengan figur seorang penari berdiri di tengahnya itu berbunyi. Ketika kotak itu bersuara pada tengah malam kemarin, Manda berpikir mungkin ia lupa menekan tombol off di bagian bawah kotak. Dan tadi pagi sebelum menyimpan kotak itu di bagian bawah lemari pakaian, ia sudah memastikan bahwa kotak itu dalam keadaan mati.

Dan sekarang kotak musik itu berbunyi lagi!

Hati Manda semakin gelisah. Dalam ketakutan ia memutuskan untuk mematikan suara itu. Perlahan ia turun dari ranjang dan melangkah hati-hati menuju lemari. Suara itu terdengar kian jelas. Wajah Manda kian pias. Dikuatkannya hati untuk membuka pintu lemari. Terdengar derit menyayat ketika pintu terbuka perlahan. Suara kotak musik mendadak berhenti.

“Kembalikan.”

Suara lirih yang menakutkan terdengar dari arah kiri Manda. Bulu kuduknya langsung meremang. Meski hatinya menolak untuk menoleh, tanpa disadari kepala Manda justru bergerak ke arah datangnya suara. Wajah Manda kian pasi. Di sudut kiri itu, sesosok perempuan duduk sambil memeluk lutut. Pakaiannya sobek di sana-sini penuh darah. Wajahnya rusak dengan rambut panjang yang acak-acakan menutupi sebagian wajah. Bibir rusak itu kembali berbisik, “Kembalikan.”

Manda berjuang keras mengalihkan pandangannya dari sosok itu. Ketika pandangannya kembali ke kotak musik, ia melihat boneka penari di tengah kotak tengah menangis. Menangis darah!

Kesadaran diri Manda perlahan lenyap.

********

“Yana, tolong bantuin gue buang kotak musik itu,” kata Manda seusai bercerita tentang yang dialaminya tadi malam.

Cewek tomboi di depan Manda hanya terpana. Digeleng-gelengkannya kepala kuat-kuat, seolah tak percaya.

“Jadi, lo mau bilang kalo kotak musik itu berhantu?” Manda mengangguk. “Kenapa nggak dibuang langsung aja?”

Manda mendesah. “Gue takut orang yang mungutnya ntar ngalamin kayak yang gue alamin. Lagian, hantu itu bilang “kembalikan”, mungkin dia mau kotak itu dikembalikan ke tempat gue nemuin.”

“Lagian kenapa dipungut juga sih?”

“Waktu gue liat keadaannya masih bagus, ya gue bawa pulang. Gue liat di sekitar rel itu nggak ada orang. Jadi nggak ada yang bisa gue tanyain soal siapa pemiliknya.”

Yana terdiam. Dahinya berkerut. Ia mengangguk-angguk. “Nanti sore gue ke rumah lo. Kita barengan ke sekitar tempat lo nemuin itu kotak.”

Manda mengangguk setuju.

*******

Yana turun dari mobilnya dengan tergesa. Raut mukanya menunjukkan rasa bersalah. Manda sudah menunggunya di depan pintu.

“Manda,  sori banget yah gue telat.  Lo udah bawa kotak musiknya kan?” Manda hanya mengangguk, melirik ke tas yang ia sandang.

“Ya udah, yok berangkat. Jangan sampe kemalaman di jalan.” Dua gadis itu memasuki mobil. Yana menyetir dengan kecepatan sedang.

“Manda, lo liat deh,” tangan Yana merogoh tas kecil yang ia bawa. Beberapa lembar kertas putih ia angsurkan ke arah Manda.

“Itu hasil print-an berita koran. Gue berhasil nyari tahu tentang kotak musik itu.”

Manda diam tak berkomentar. Hanya tangannya yang menyambut kertas di tangan Yana.

“Lo tau ngga, ternyata kotak itu ada hubungannya dengan satu kasus mengerikan!” Yana bergidik. “Jadi singkatnya, pemilik kotak musik itu adalah Rasty seorang remaja berumur tiga belas tahun.Dia pergi sendirian saat membeli kotak musik itu. Tapi saat pulang dari toko, ia mengalami nasib buruk. Ia  …”

Terdengar suara menyela dari Manda. “…nyaris diperkosa remaja-remaja berandal. Ia tidak jadi diperkosa sebab ia berhasil lari….sebelum akhirnya tertabrak kereta. Tubuhnya rusak parah.”

Yana mengangguk-angguk sambil terus menyetir sebelum ia menyadari sesuatu yang membuat bulu kuduknya meremang. Itu bukan suara Manda! Suara itu suara perempuan yang terdengar kekanak-kanakan. Yana baru menyadari bahwa sejak tadi terdengar suara musik di mobil, padahal ia tidak menyalakan pemutar musik. Yana menelan ludah sebelum perlahan melirik ke arah kirinya. Ia terperanjat. Manda sedang memandanginya sambil menyeringai. Dua bola mata Manda memerah darah, sesekali terdengar desah napas berat dari bibirnya.

“Manda! Lo kenapa?” Yana berusaha tetap tenang meski di dalam hati ia amat ketakutan. Hari semakin gelap. Sebentar lagi maghrib. Tempat yang mereka tuju sudah dekat.

Hihihihihihihihihi.

Yana merinding mendengar suara tawa itu. “Manda, jangan nakutin gitu ah! Cepetan matiin kotak musiknya!”

Manda masih cekikikan. Tiba-tiba ia diam. Matanya nyalang memandangi Yana. “Kembalikan! Sudah kubilang, kembalikan!”

“Manda! Jangan nakutin gue kayak gitu!”

Hihihihihihihi.

“Namaku Rasty. Aku pemilik kotak musik yang diambil temanmu. Aku tidak suka.” Suara itu kering dan menyeramkan. Yana bergidik ngeri.

“Rasty, temanku nggak sengaja mengambil barang milikmu. Kami sekarang akan ke rumahmu, mengembalikan benda itu.” Yana berusaha tetap tenang dan menyetir. Rumah yang ia tuju sudah terlihat dari kejauhan.

“Tidak! Jangan bawa kotak musik milikku ke rumah itu!” Rasty yang mendiami tubuh Manda mendadak berteriak marah. “Mereka jahat! Semua orang jahat! Kalian juga!” tuding Rasty.

“Nggak, Rasty! Kami nggak punya niat jahat!” Yana balas berteriak. Manda tiba-tiba menyerang Yana. Tangannya mencakar sambil berteriak-teriak. Yana yang kewalahan menepikan mobilnya sambil berusaha menghindari cakaran tangan Manda. Pada suatu kesempatan, Yana menampar kuat-kuat pipi Manda.

“Aduh, sakit!” Suara Manda kembali terdengar. “Yana, lo apa-apaan sih?”

“Lo udah sadar, Manda? Sori, gue terpaksa, ntar gue jelasin deh.”

Tinggal menyeberangi rel kereta maka mereka akan sampai di rumah orangtua Rasty. Yana tahu alamat itu dari berita di koran. Suasana menjelang maghrib tampak lengang. Di dekat pintu perlintasan tidak terlihat satu kendaraan pun. Pintu perlintasan juga belum diturunkan. Pos penjagaan terlihat gelap. Yana menginjak gas lebih dalam, membawa mobilnya menyeberangi rel.

Mendadak mesin mobil mati tepat ketika posisi mobil melintang di tengah rel. Yana panik. Berulangkali ia mencoba menyalakan mesin, tapi mobil tetap diam. Dalam kekacauan pikiran, ia memilih jalan pintas. Ia dan Manda akan ke luar dan membiarkan mobil tertabrak kereta yang lewat. Tangan Yana meraih pegangan pintu. Terkunci! Wajah Yana memucat. Ditariknya pegangan pintu lebih keras. Manda juga mencoba membuka pintu yang lain. Hasilnya nihil.

“Toloooong…” Manda dan Yana berteriak dengan putus asa. Mereka menggedor-gedor kaca mobil, berharap ada yang mendengar. Tapi keadaan di sekitar mereka sangat sepi. Sayup terdengar suara azan.

“Hihihihihi….bagaimana kalau kalian ikut denganku?” Suara itu terdengar lagi. Kali ini dari arah belakang. Yana melirik dari spion. Di bangku belakang ia melihat sosok seorang remaja tanggung dengan sebagian tubuh yang rusak dan penuh darah. Bibirnya menyeringai menakutkan. Matanya menatap tajam.

“Tidaaaaaak…” Manda berteriak histeris. “Gue mau keluarrr…gue nggak mau matiii..” Tangan dan kaki Manda menendang-nendang kaca mobil. Putus asa.

Dari kejauhan terdengar suara peluit. Kereta sebentar lagi tiba! Yana menatap Manda dengan tatapan putus asa. Air mata membasahi pipi keduanya. Suara tawa hantu Rasty dan suara dari kotak musik meningkahi maghrib yang begitu mencekam. Yana menoleh ke kanan. Dia sudah bisa melihat kereta datang. Peluitnya terdengar begitu kencang. Ia terisak putus asa. Manda sejak tadi sudah menutup mukanya, menangis keras. Mobil mulai bergetar tanda kereta semakin dekat. Yana merasakan mobil bergerak sedikit demi sedikit. Ia menutup mata, bersiap menemui kematian.

Kereta terus meluncur. Rangkaian gerbong yang panjang dan sarat bawaan berkelok-kelok mengikuti jalur. Sebagian penumpang tampak tertidur kelelahan, sebagian lagi hanya berdiri di pintu, asyik dengan pikirannya sendiri-sendiri. Kereta terus berjalan menjauh hingga lenyap di telan tikungan.

Yana merasakan keheningan yang teramat mencekam. “Apakah kami sudah mati?” Perlahan ia membuka mata. Keadaan sekitarnya gelap. Hanya ada kilasan-kilasan cahaya…..senter? Itu cahaya lampu senter? Yana mengguncang-guncang tubuh Manda yang tak bergerak. “Manda, bangun. Kita selamat!”

Tubuh Manda tetap diam. Yana meraih botol minuman yang ia letakkan di samping pintu mobil. Dipercikkannya air ke wajah Manda. Manda perlahan membuka mata.

“Kita di mana, Yana?”

“Kita selamat, Manda. Kita nggak tertabrak kereta!” Bibir Yana mengucap syukur berkali-kali. Manda juga melakukan hal yang sama.

Tiba-tiba terdengar suara ketukan keras di kaca. Yana dan Mana kaget. Dari dalam mereka bisa melihat segerombolan orang mengerumuni mobil mereka. Hati mereka ciut. Apakah mereka orang jahat?

“Buka kacanya, Nak. Kalian tidak apa-apa?” Sosok seorang tua dengan baju koko dan peci putih mendekat. Yana dan Manda merasa lega. Yana bergegas keluar, diikuti oleh Manda.

“Kenapa kalian bisa ada di tengah rel kereta pada jam segini?” orang tua itu bertanya. “Untung saja orang-orang ini melihat mobil kalian, dan mendorongnya dari rel pada saat yang tepat.”

Yana dan Manda terbata-bata memberi jawaban. Orang tua itu tersenyum bijak. “Mari ke rumah saya. Kita ngobrol di sana saja.”

Yana dan Manda menurut. Lelaki tua itu memberi perintah pada salah seorang pemuda untuk menyetir sementara ia, Yana dan Manda duduk di kursi penumpang. Orang-orang yang lain pulang ke rumah masing-masing dengan berjalan kaki.

******

“Jadi begitu ceritanya, Nak.” Lelaki itu mengelus jenggotnya. “Yang saya ketahui memang Rasty itu tergolong nakal. Ia sering kedapatan mencuri uang orangtuanya. Tapi bagaimanapun dia masih anak-anak. Kejadian yang menimpanya sangat tragis.”

“Kami ingin mengembalikan benda ini, Pak Atmo.” Manda mengangsurkan kotak musik merah jambu ke arah lelaki itu. “Tolong disampaikan pada orangtuanya Rasty. Mungkin Rasty marah karena saya mengambil barang miliknya.”

Pak Atmo hanya tersenyum. “Akan saya sampaikan. Sekarang kalian pulang saja. Supaya tidak kemalaman. Saya yakin sesudah benda ini dikembalikan, arwah Rasty tidak akan mengganggu kalian lagi.”

Sesuai berpamitan, Yana dan Manda segera memacu mobilnya pulang. Yana menghela napas lega.

“Kejadian ini sungguh nakutin, ya Manda. Entah apa salah kita sampai harus ngalamin yang kayak gini. Gue berdoa banyak-banyak deh biar nggak kejadian kayak gini lagi. Kalo lo gimana?”

“Gue juga nggak mau ngalamin lagi yang kayak gini, Yana.”

“Aku juga.”

Yana mengerem mobilnya secara mendadak karena kaget. Bulu kuduk Yana dan Manda meremang. Suara itu!

14 komentar pada “[Cerita Misteri] Kotak Musik Merah Jambu”

  1. udah nebak ni penulisnya pasti riga, soalnya msh ada “sisa2 peninggalan” dikompi bend dulu. mencoba kembali ke masa masa itu…..

    1. serius, Em, masih ada sisa tulisanku dulu di kompie bendahara? Waah…kirimin ke mari dongg….mau liat gimana tulisanku dulu… 🙂

  2. Keren bang. Tapi menurutku seramnya berkurang karena hantunya nongol dan balas ngomong ke tokoh. Lebih bagus kalau hantunya meneror saja dalam diam dan dibalut misteri.

    menurutku sih, karena ketidaktahuan adalah ketakutan terbesar seseorang #halah

    1. thanks, Fan. Itu maksudnya pada bagian akhir ya? Iya juga sih. Maksud awalnya biar para tokoh nyadar ada hantu di belakang mereka. Kalau mereka nyadar dengan cara lain, lewat bau misalnya, bakalan lebih ngeri. Tapi tempo cerita jadi lebih lambat. Harus ditambahkan beberapa kalimat/dialog penjelas. Gimanapun, makasih atas komennya yaaa.. 🙂

  3. Coba gini, abg bikin sudut pandang nya dr kotak musiknya..
    Bikin yg ga ketebak deh bang..
    Hwahahaha, abg nanya sm ly kaya ly kritikus aja..
    Hadeehhh.. -___-“

  4. Alur ceritanya ketebak sih, tp cukup bikin merinding..
    Kaya lagi nonton ftv misteri di trans tv
    Serem, tp ga ninggalin bekas abis nonton nya..

    1. Thanks, Liya yg udah baca dan kasi komen. Mau nanya nihh…yang bisa ninggalin bekas di benak setelah membacanya itu yg ada elemen seperti apa, Liya? Ada saran? 🙂

Tinggalkan komentar