#Cerfet Dilema Dua Hati

foto : rurikakaka.wordpress.com
foto : rurikakaka.wordpress.com

BAGIAN 1-7 LIHAT DI SINI

Hidup adalah rangkaian kisah yang berjalin padu bagai helaian benang warna warni yang dirangkai jadi satu. Entah biru entah ungu mungkin merah bahkan hitam. Benang-benang kisah saling mengikat. Kadang terputus di satu simpul untuk kemudian bertemu lagi di simpul berikutnya.

Ratih merasa seluruh kenangan yang dia simpan dalam bilik hati terdalam mendesak keluar dari tempatnya terpendam selama ini. Berlesatan di kepala, melompat liar nyaris tanpa kendali. Pertemuan pertama. Genggaman tangan pertama. Pelukan pertama. Ciuman pertama. Semua hadir kembali hanya karena satu suara. Satu suara hangat yang pernah begitu lekat di ingatan, pernah begitu dekat di pendengaran.

“Halo?” Suara di seberang telepon terdengar lagi. Memutus lamunan Ratih.

“Ya halo. Maaf. Saya Ratih Kirana. Saya bicara dengan Pak Dio?” Ratih menata suaranya agar terdengar wajar. Sejenak dia merasa khawatir Dio bisa mendengar debar jantungnya yang memukul-mukul sejak tadi.

“Ratih!” suara terkejut terdengar. “Ya Tuhan! Kamu Ratih Kirana?”

Ratih mengangguk-angguk. Kemudian dia sadar Dio tak bisa melihat anggukannya. “Ya, Dio, ini aku.”

“Apa kabar, Tih? Sudah lama sekali kita nggak ketemu ya?”

Ratih merasa yakin saat ini Dio sedang tersenyum, memamerkan giginya yang putih, dan matanya yang berbinar seperti bintang. Ah, Ratih merasa malu pada dirinya sendiri. Dia bertingkah seperti seorang gadis remaja yang baru pertama jatuh cinta.

“Aku baik, Dio. Kamu baik?”

“Ya, aku juga baik. Aku ingin sekali ketemu kamu, Tih. Ada begitu banyak hal yang ingin aku dengar darimu.”

Ya, aku juga ingin sekali bertemu denganmu, Dio. Aku kangen.

Sekuat tenaga Ratih menahan lidahnya agar jangan mengucap kata rindu. Dia berhasil. “Tentu, aku juga ingin ngobrol-ngobrol denganmu.”

“Kau tahu kan kalau perusahaanku akan mengadakan even musik indie Sabtu ini?”

Ratih mengiyakan. Hatinya mengharap.

“Aku ingin mengundangmu pada acara pembukaan. Akan ada press conference pukul lima sore sebelum acara dimulai. Lalu ada press party setelahnya. Kita akan menghadirinya. Bagaimana?”

Hati Ratih melonjak kegirangan. Napasnya memburu. “Aku akan senang sekali datang kesana, Dio.”

“Oya, aku minta maaf karena tidak bisa menjemputmu nanti. Kita bertemu langsung di hotel Ritz tempat press conference. Aku akan memerintahkan penjaga untuk memberimu freepass. Kita ketemu di sana.”

“Tak apa-apa. Pasti aku datang, Dio.” Ratih tersenyum.

“Aku tunggu.”

Ratih mendekap ponsel di dadanya. Buncah rindu semakin tak tertahankan. Berapa hari lagikah Sabtu itu? Bagaimana ya rasanya melihat dan berbicara secara langsung dengan Dio? pasti dia sekarang makin tampan, makin matang sesuai dengan usianya. Pasti dia…..

Ratih terus melamun sambil memeluk ponsel canggihnya. Tak disadarinya suara Dio masih terdengar di ujung telepon.

“Aku kangen kamu, Tih.”

“Tih, kau masih mendengarku?”

“Tih?”

Ratih tersadar dari lamunan indahnya dan bergegas mengarahkan ujung telepon ke mulutnya.

“Ya Dio. maaf tadi aku…”

KLIK.

Oh, ya sudahlah. Yang penting kami akan segera bertemu, gumam hati Ratih. Matanya memejam. Membayangkan.

“Ma?”

Ratih tergeragap. Matanya membelalak. Di hadapannya sudah berdiri Alya. Ratih salah tingkah.

“Kamu kapan masuknya, Alya?” Ratih berkata pelan.

“Barusan, Ma. Tadi aku panggil-panggil tapi Mama nggak menyahut. Kulihat pintu kamar Mama sedikit terbuka, jadi aku masuk saja.” Alya menjelaskan.

“Oooh. Kamu nggak pergi kuliah?”

“Loh, kan ini hari Minggu, Ma?” Alya mengerutkan dahi. Ada apa sih dengan Mama?

Ratih ber-ooo- lebih panjang. Duh, kenapa pikirannya jadi tidak fokus begini ya?

“Ada apa sayang?” Ratih bertanya untuk menyamarkan kekikukannya.

“Aku mau pamit ke rumah temen, Ma.” Alya menundukkan kepala. Tidak berani menentang mata Mamanya. Mama akan tahu kalau dia berbohong.

“Ya, pergilah Sayang. Jangan pulang terlalu malam, ya.” Ratih mengulurkan tangan. Alya mencium punggung tangan ibunya.

Alya membalikkan badan. Meninggalkan ibunya yang masih menyunggingkan senyum manis. Senyum yang justru meresahkan batin Alya. Alya menduga senyum itu ada hubungannya dengan Ferdi Orion.

“Aku harus minta penjelasan sama Mas Dio.”

Alya melangkah dengan gegas. Hatinya cemas.

*******

Dipersilakan pada Linda untuk melanjutkan. Tenggat sampai dengan 13 Oktober 2013.

6 komentar pada “#Cerfet Dilema Dua Hati”

  1. bang riga, di tulisan ajen putaran pertama, Alya itu udah lulus kuliah lho. disini, alya kok malah ditanyain ratih kuliah apa ngga. hm… sepertinya cerfet kita ini bingung di waktu 🙂

Tinggalkan komentar