Lalu kusadari sesuatu yang berbeda, tentang cinta yang kian sirna. Ketika kubaca oceh celotehnya, tapi tak timbul riak di dada, meski setitik jua. Mungkin memang sudah waktunya.
Lalu mesti kuterima ada yang telah menjelma nyata, ternyata yang kusangka cinta bukanlah cinta, saat kudengar kisah lamanya, dan tak terbetik cemburu di dada. Sedangkan kata-katanya penuh bara, sarat romansa.
Lalu entah kemana hendak kularungkan rasa-rasa yang dulu jadi siksa. Entah dengan cara apa kubungkam jerit-jerit dalam jiwa. Atau mestinya semua disimpan saja, nanti juga akan tiada.
Lalu langkah kaki lesu menapak. Mencari-cari di balik tegak tubuh-tubuh kaku. Di sela bibir-bibir biru, satu kata yang dulu dirindu. Meski dulu yang kumau kata itu terbit dari bibirmu.
Lalu tinggal segumpal harap. Didekap erat bagai memeluk kekasih yang setia, yang tak beranjak meski selewat. Dijaga lekat agar tak ikut lenyap. Karena tinggal harap, yang memberi kuat.
Langit memang masih gelap. Tapi ada yakin yang kokoh, membatu padat. Esok, matahari kembali perkasa, mengusir gelap di jiwa.
Menyukai ini:
Suka Memuat...