
“Sayang, diamlah anak manis,”
Dengan sebuah boneka kelinci mungil berwarna putih aku berusaha membujuk bayi lelaki menggemaskan yang sedang menangis keras di atas ranjang. Pipi bayiku memerah, mulut mungilnya yang tanpa gigi terbuka lebar. Meski sedang menangis, dia tampak begitu menggemaskan. Akhirnya kujatuhkan boneka kelinci ke lantai setelah gagal kugunakan untuk membujuk.
Kuambil sebuah kerincingan dari laci kecil di samping lemari. Kugoyang-goyang benda plastik itu sehingga suara ‘cringg’ dari bulatan kaleng di dalamnya terdengar berulang kali. Kupasang tampang lucu untuk menghiburnya. Sejenak sepasang mata sejernih berlian itu menatap tak berkedip. Tangisnya terhenti. Tapi hanya sebentar sebelum jeritan yang akhirnya kumengerti sebagai pertanda lapar terdengar lebih membahana.
Setelah paham keinginan bayi manis berusia empat bulan ini aku mengambil tempat di sampingnya. Berbaring nyaman lalu melepaskan kancing baju, mengeluarkan sebelah payudara. Lanjutkan membaca “[Flashfiction] Rindu Melintas Batas”