
Judul : Kapitan Pedang Panjang
Penulis : Fira Basuki
Editor : Hayu Handayani, Mira Rainayati
Penata Isi : Budi Triyanto
Desain Kover dan Ilustrasi : Hagung Sihaq
Tebal : 264 ++ halaman
ISBN : 978-979-081-329-8
Penerbit : Grasindo, 2010
Blurb!
Beberapa hari ini pedang panjang Eyang Djagad bersinar. Membuat aku sedikit ketakutan. Bahkan, aku melarang Roseuntuk masuk ke kamarku. Aku mencoba menyimpan pedang itu ke dalam lemari, namun sinarnya justru kian kuat dan berpendar, seakan-akan lemariku menjadi sebuah lemari ajaib yang bersinar. Jadi, kembali aku keluarkan dan pedang itu kembali bersandar di pojok kanan di depan tempat tidurku. Aku mulai ketakutan, memikirkan kemungkinan hantu Rendra kembali.
…
Syut! Syut! Syut!
Aku melihat orang yang menyerangku pindah menyerang Kapten Darmo. Ia kewalahan menghadapi enam orang. Aku datang membantunya, tapi kemudian seseorang muncul dengan topi lebar berbulu dan bersenapan pendek kemudian menembak Kapten Darmo.
Dooor!
“Kapten!”
Kapten Darmo terkapar berlumur darah. Aku mendekati dan memangku kepalanya. Ia tidak sempat berkata apa-apa, hanya menyerahkan pedang panjangnya yang penuh darah ke tanganku. Lalu, ia mengembuskan napasnya sebelum aku sempat menuntunnya berdoa.
Innalillahi wa inna ilaihi rajiuun
Review
Kesan yang kamu harapkan saat ingin membaca bukunya.
Melihat sampul buku yang menggambarkan seorang kesatria berpedang menunggang kuda bersayap yang terbayang di benak adalah ini cerita zaman kerajaan dahulu kala yang bercampur dengan kisah fantasi. Beberapa kisah zaman dahulu masih menyelipkan cerita tentang makhluk-mahkluk mistis semacam kuda terbang, naga, rajawali raksasa, dan semacamnya. Sewaktu menelisik sampul belakang dan mendapati ada semacam kisah kekinian yang ditandai dengan kisah seorang perempuan. Ada pula cerita tentang seorang lelaki yang terlibat dalam sebuah pertarungan. Dua petikan cerita tersebut memiliki satu benang merah : pedang panjang dan kuda bersayap. Oke, artinya dua benda ini adalah hal-hal penting dalam cerita.
Selebihnya aku nggak punya gambaran apa-apa tentang cerita yang bakal aku baca.
Kesan yang kamu dapatkan setelah membaca bukunya.
Ada dua plot besar dalam cerita yang memakai alur maju-mundur untuk mengisahkan dua tokoh utama yang hidup di masa berbeda. Masing-masing mendapat porsi yang sama besar dalam cerita meski sebenarnya tak saling bersinggungan. Yang ‘menyatukan’ mereka berdua selain hubungan darah (si perempuan adalah cucu dari si lelaki) adalah sebuah buku harian si kakek yang berisi riwayat hidupnya semenjak memutuskan keluar dari lingkungan keraton yang nyaman. Saya sendiri tak menemukan satu pun cuilan cerita yang menunjukkan si kakek sedang menulis kisah hidupnya. Barangkali maksud penulis novel Kapitan Pedang Panjang ini kisah hidup si kakek dituliskan setelah hidupnya memasuki fase ‘tenang’. Sebaliknya, tokoh perempuan diketahui mulai menulis kisah hidupnya dalam diary setelah menerima ‘paket’ diary milik sang kakek.
Konflik berjalan seru sesuai dengan situasi zaman. Si kakek yang bernama Lelananging Djagad adalah lelaki berdarah biru yang lahir di wilayah Keraton Yogyakarta pada tahun 1924. Sedangkan cucunya Laras Maharani Djagad adalah perempuan masa kini yang berprofesi sebagai Creative Director di sebuah perusahaan iklan ternama, Eureka! Secara pribadi saya lebih tertarik dengan kisah hidup Eyang Djagad (demikian Laras menyebut kakeknya) sebab terjadi di akhir masa penjajahan Belanda dan merentang hingga tahun-tahun awal kemerdekaan Indonesia. Banyak konflik menarik yang bisa dinikmati dalam cerita dia : dirompak, menjadi tawanan di kapal-kapal asing, menjadi suami hanya untuk waktu satu malam (dan terulang hingga dua kali!) dan cerita kegigihannya mendapatkan pujaan hati. Sementara untuk Laras sendiri, kisahnya seputar pekerjaan sebagai Creative Director dengan beragam konflik dan intrik, pergulatannya untuk lepas dari bayang-bayang perceraian yang menyakitkan dengan Rio, serta hubungan asmaranya dengan dua lelaki baru : Bagus dan Rain. Salah satu dari mereka kelak akan jadi suami kedua Laras.
Intisari dari buku tersebut apa aja.
Sebagian sudah saya singgung di atas. Yang bisa saya tambahkan adalah ini adalah dua kisah anak manusia yang mencari kebahagiaan dalam hidup. Eyang Djagad memutuskan untuk meninggalkan kenyamanan dalam hidup sebagai anggota keluarga keraton sebab tak sudi dikirim ke Belanda untuk melanjutkan pendidikan. Sebagai priyayi dia didampingi seorang pembantu setia bernama Rogo. Penulis menggambarkan sifat Djagad dengan pas : lelaki muda yang panasan, agak manja, tapi sekaligus berhati baik. Berbagai pengalaman hidup menempanya hingga menjadi dewasa.
Sedangkan Laras, setelah kegagalan dalam rumah tangga, hatinya sering bimbang dalam hal mencari pasangan. Apalagi kehadiran Rose, buah cinta dari pernikahan pertama menjadi pertimbangan lain. Lelaki yang akan dipilih Laras harus bisa mencintai Rose. Sedikit banyak aku merasa tokoh Laras adalah perwakilan diri Fira Basuki sendiri. Ada beberapa kemiripan sebenarnya : Laras dan Fira sama-sama bercerai dari suami pertama dan sama-sama memiliki seorang anak perempuan; Laras dan Fira sama-sama bekerja di dunia kreatif. Laras sebagai Creative Director, dan Fira sebagai pemimpin redaksi majalah wanita. Keduanya hidup mandiri, tinggal di apartemen bersama buah hati hingga kemudian menemukan tambatan hati.
Tokoh-tokoh yang ditonjolkan dalam buku tersebut siapa saja dan menurut kamu, karakter mereka bagaimana?
Laras, perempuan metropolitan yang mandiri dan berjiwa bebas. Tipikal perempuan urban yang menikmati hidup gemerlap meski kadang di luar kemampuan. Laras kesulitan mengatasi masalah keuangan hingga akhirnya mendapat bantuan dari keluarga. Pergaulan Laras pun sesekali menabrak batas norma : minuman keras dan sex bebas.
Djagad, lelaki muda yang berjiwa petualang. Tak sudi dikekang, lebih memilih pergi dari rumah untuk mencari pengalaman yang memperkaya batinnya. Djagad mengalami banyak peristiwa mistis dalam hidup, entah nyata entah tidak.
Rain dan Bagus, dua lelaki yang dekat dengan Laras setelah bercerai dengan Rio. Rain memiliki sifat pendiam dan tertutup. Bagus lebih ekspresif.
Keluarga Laras, Papa, Mama, Sekar, kakak tertua serta Dimas, adik bungsu. Mereka cuma ‘pemanis’ dalam buku ini. Semua kisah mereka terhubung dengan Laras. Tak ada plot tersendiri buat mereka.
Dan ada dua ‘tokoh’ lain yang mewarnai kehidupan Laras dan Djagad. Keduanya bukan manusia. Yang pertama adalah sebuah pedang panjang yang didapat Djagad dari seorang kapten kapal bernama Kapten Darmo, yang kelak diwariskan kepada Laras. Satu lagi adalah Sembrani, kuda bersayap yang sesekali muncul dalam kehidupan Djagad dan Laras. Djagad malah berkesempatan menungganginya, entah dalam mimpi atau alam sadar.
Ada juga tokoh-tokoh dengan kemampuan metafisika yang membantu Laras mengatasi ‘masalah batinnya’ : Astria (tokoh ini punya cerita sendiri di buku yang lain : Astral Astria) dan Bowo. Sekilas penggambaran tokoh ini mirip dengan tokoh ‘ustad seleb’ bernama Gatot Brajamusti. Yah, ini sih pendapat pribadi, ya. Hehe.
Alur ceritanya bagaimana? Maju, mundur atau maju mundur?
Maju mundur, maju mundur cantik…cantik… *ehh
Kamu “greget” nggak sama ending-nya? Apa sesuai dengan harapanmu?
Ending-nya sih sudah ketebak. Pokoknya yang bikin semua orang happy-lah.
Apa manfaat yang kamu peroleh setelah membaca buku tersebut?
Apa ya? Nggak ada yang khusus, sih. Aku nikmati aja ceritanya tanpa mikirin bakal dapat apa dari buku ini.
Kalau kamu ditakdirkan bertemu langsung dengan penulisnya, apa yang kamu ingin sampaikan padanya berkaitan dengan bukunya yang telah kamu baca?
Well, nggak kepikiran mau apa kalau ketemu. Paling foto bareng aja.
Berapa rating-mu untuk buku-nya?
Tiga setengah bintang. 🙂
Menyukai ini:
Suka Memuat...