11 bulan, 61 tulisan. Mana yang paling berkesan?
Selama kurun waktu 11 bulan di tahun 2014 saya menulis belasan cerpen, puluhan flashfiction, beberapa puisi abal-abal (sehingga saya menamainya ‘semacam puisi’) juga tulisan non-fiksi. Beberapa tulisan non-fiksi ini saya buat untuk memenuhi tantangan lomba menulis atau giveaway baik yang diadakan oleh perorangan maupun perusahaan. Dua atau tiga tulisan fiksi dan non-fiksi saya kemudian terpilih untuk mendapatkan hadiah dari penyelenggara kontes.
Jadi, apakah salah satu dari tulisan pemenang lomba atau giveaway itu yang paling berkesan buat saya?
Enggak.
Betul, setiap tulisan telah saya pikirkan masak-masak pada saat pengerjaannya. Kata-kata saya pilih dengan sebaik-baiknya. Tapi ada satu tulisan yang benar-benar merasuki jiwa pada saat membuatnya. Tandas menguras emosi hingga saya nyaris menangis. Oh, bukan nyaris, tetapi benar-benar menangis. Saya harus menyingkirkan laptop dari pangkuan dan membiarkan tetes-tetes air mata berjatuhan dari pelupuk. Saya sungguh –kembali- merasa hancur.
Tulisan tersebut berupa sebuah cerita pendek berjudul Titip Rindu Buat Ayah. Ya, ini adalah cerita yang saya alami sendiri. Kisah nyata yang pernah menghancurkan hati. Melumpuhkan daya hidup. Membuat saya merasa mati.
Duka itu saya terakan dalam halaman-halaman putih hanya berselang 3 hari dari peringatan hari kematian Ayah : 3 Januari. Di akhir tahun sebelumnya sudah saya rencanakan untuk menuliskan kisah itu dan memajangnya di blog tepat tanggal 3 Januari. Tapi saya tak sanggup. Saya seolah kembali ke masa 10 tahun silam, saat peristiwa itu terjadi. Seperti saya lihat lagi tubuh Ayah mendadak lemas bagai tak bertulang. Menyaksikan lagi Ayah terguling dari atas tempat tidur dan napasnya memendek. Seakan masih bisa saya rasakan hangat tubuhnya saat saya memeluknya, di atas mobil menuju Rumah Sakit. Hangat yang perlahan lenyap karena menurut dokter yang memeriksa, jiwanya lepas dari raga sekitar 10 menit sebelum kami tiba ke Unit Gawat Darurat.
Lalu ingatan tentang duka Ibunda pun menyeruak. Tangisannya. Sedu-sedannya. Kehancuran jiwanya. Sungguh, saya harus menguatkan diri berkali-kali agar cerita pendek itu selesai saya tulis, lalu dibagikan pada semua orang.
Ah…
Bahkan saat menuliskan ini pun saya menarik napas panjang lagi dan lagi. Agar aksara tetap tereja. Biar lengkap sebuah cerita.
Cerita pendek Titip Rindu Buat Ayah saya buat di dalam kamar saat malam menjelang tanggal 5 Januari dan diposting keesokan harinya. Tidak banyak proses penyuntingan yang saya lakukan kala itu. Karena ini kisah nyata, saya merasa tak perlu melakukan dramatisasi cerita. Saya hanya mengisahkan apa yang saya alami dan rasakan saat itu.
Kini, berjarak 11 bulan sejak tulisan itu dibuat, saya teliti kembali semuanya. Untuk alur cerita tak bisa saya koreksi sebab itu kisah nyata. Sedangkan dari segi penulisan, saya sadari ada beberapa bagian yang kurang dijelaskan. Seperti pada bagian Ayah terguling dari tempat tidur. Apakah karena menahan sakit atau hendak melakukan sesuatu? Tapi saya sadari, saya memang tak tahu apa yang terjadi saat itu. Karena itu saya biarkan bagian tersebut ‘bolong’. Mungkin lubang ini yang kurang memuaskan bagi sebagian pembaca.
Semoga untuk cerita (fiksi) berikutnya sudah tak ada (lagi) lubang yang bisa menganggu kenikmatan pembaca mengikuti cerita. Salam.
490 kata
Saya datang dan sudah membaca “Self Reflection” di blog ini
Terima kasih telah berkenan untuk ikut lomba saya ya
Semoga sukses
Salam saya
#31
Salam, Om.. 🙂
Terima kasih sudah berkunjung 🙂
Terharu :’)
Makasih :’)
🙂
jadi rindu bapak.
Bapak masih ada? Dikunjungi.
Bapak sudah tiada? Didoakan.
🙂
tulisannya puitis sekali. jadi inget bapakku. btw,. bapaknya mas sakit apa?
kalau perkiraan dokter, sakit jantung. keluarga nggak tahu, karena almarhum nggak pernah bilang atau ngeluh soal jantungnya. :’)
suka postingan yang ayah itu kok mas. salah satu favorit. kepikiran buat postingan untuk ayah juga tapi sampai sekarang malah gak bisa nulis. today is his birthday…. hiks. i miss him.
sukses ya mas buat GAnya
Ah… kalau tak sempat ditulis kisahnya, asal jangan lupa doanya. 🙂
Makasih, Ryan..:)
Insya Allah Bang, doa anak shaleh akan diistijabah dan dapat mengalirkan pahala jariyah bagi almarhum.
Sukses ya buat GA-nya 🙂
Amiin… Makasih, Edmalia 🙂
Ah, aku jadi inget ceritanya. Sedih, Bang. Pake banget. 😦
Aku jadi ngeh juga, ternyata yan gditengok-tengok itu adalah postingan di tahun 2014 ya. Aku salah, dong, berarti! Hahaha. Biarin aja deh, toh udah telanjur didaftarin. 😐
Lha, yang G-string merah itu ternyata tahun 2013 ya? Waah, waktu sudah lama berlalu ternyata. 🙂
ceritanya bagus kak, semoga menang ya GA nya :))))
Makasih ya, Fandy.. 🙂
Saya juga punya “lubang” terkait Ayah.
Sukses untuk GA ini, Bang Ariga 🙂
Makasih, Melani 🙂
ceritamu bagus2 bang 🙂
Aihh…makasih, Ie… semoga bisa terus bikin cerita yang bagus.. 🙂
Baca ini jadi ingat Bapak nih. Biasanya tiap minggu saya ketemu, tapi minggu ini saya tidak pulang ke sukabumi.
Ingat juga lagu Ebiet, Titip Rindu Buat Ayah…bahumu yang dulu kekar…
Moga sukses GA nya. Saya belum memutuskan tulisan mana yg ter… di tahun ini. Moga dapat ikutan mermaikan GA-nya Oom Nh18 juga…
Salam,
terima kasih, Om Tik 🙂
Kalau saya baca-baca blog-nya Om, sih, bervariasi ya ceritanya. Kegiatan ini itu, cerita sehari-hari, pengalaman, dll. Pasti banyak yang ter– deh.. 🙂
segala sesuatu yang menyangkut orang tua, apalagi yang sudah tiada, selalu membuat kita tak kuasa untuk menahan airmata bang 🙂
sukses untuk ngontesnya 😀
Terima kasih, Menik… 🙂
Hiks, jadi ingat ayahku juga, Bang 😦 Sedih luar biasa. Ketika menuangkan dalam postingan pun (agar kelak menjadi catatan bagi cucu2nya) air mata luruh tanpa kompromi.
Pasti berat ya, Bang, untuk menceritakan kembali.
Sukses GA nya, Bang 🙂
Iya, Kak. Kalo diingat-ingat (sebagian) kejadiannya udah kayak di film-film aja : ayah (mungkin) meninggal di pangkuan aku. :,(
Paling sekarang di doakan saja, mudah-mudahan Ayah sama Bunda diampuni dosa dan dapat tempat terbaik di sisi Allah. Amiin 🙂