
“Selesai.”
“Terimakasih, Eyang.”
Arman mengembuskan napas lega. Rasa sakit di kulit akibat tusukan tulang binatang yang diruncingkan perlahan memudar.
“Boleh pinjam cermin, Eyang?”
Lelaki keriput itu menyodorkan kaca. Arman melirik ke punggungnya. Sebentuk rajah dengan pola aneh telah terpatri di kulitnya yang memerah. Arman mengangguk puas.
“Sekarang saya sudah bisa berkomunikasi dengan makhluk halus, Eyang?”
Lagi-lagi lelaki tua itu hanya mengangguk. Tatapannya penuh iba. Arman memakai bajunya, menyerahkan sejumlah uang dan bergegas pergi. Di luar ruang praktek istrinya telah menunggu dengan cemas.
“Mas yakin?” bisiknya lirih.
Arman mengangguk mantap. “Aku ingin tanya pada arwah ayah dan ibu, siapa pembunuh mereka.”
*diikutsertakan dalam #FF100Kata
Ini gak cukup 100 kata. Lanjutkan. *eh*
serius ding emang mesti dilanjutin.
baiklah…. *rapal mantra*
Ini butuh sekuel, Bang 😀
sekuel ya, fan? *kemudian teringat Nisan untuk Hamidah 3 yang nggak kelar-kelar juga.. 😀
Rajah apaan sih?
Rajah = Tato. 🙂
Owh.tatapan si eyang knp iba ?
eyang ini orang “berilmu”. dia tahu tujuan arman bikin rajah. dan dia juga tahu, setelah ini hubungan arman dan istrinya bakal rusak, karena ternyata istrinya itu… ahh, bener nih, mesti dijadiin cerpen biar lengkap. 😉
ck.. malah bikin penasaran 😛
hehehehe
jangan2…..
jangan-jangan……