[Flashfiction] Lila

foto : diopuisiblogspot.blogspot.com
foto : diopuisiblogspot.blogspot.com

“Rentangkan sayapmu, Lila.”

Lila mengembangkan perlahan sayap kecilnya. Ia terperangah. “Ibu Peri, cantik sekali!”

Sepasang sayap tumbuh dari punggung Lila. Ungu, warna kesayangan. Helai-helai bulu halusnya melambai ditiup angin.

Ibu Peri tersenyum. “Kamu anak baik, Sayang. Sudah sepantasnya mendapat kebahagiaan. Penderitaan harus menjauh dari hidupmu.”

Ibu Peri menggenggam tangan mungil Lila. “Tutup matamu sebentar, Sayang. Jangan takut, ada aku di sebelahmu.”

Lila menurut. Matanya memejam, sementara sayap mungilnya mengepak pelan. Perlahan dia rasakan kakinya terangkat dari tanah. Lalu tubuhnya terasa ringan. Semakin ringan.

“Aku terbang, Ibu Peri!” jeritnya senang. Lila membuka matanya. Takjub. Melihat daratan dari ketinggian ternyata sangat mengasyikkan. Jalur sungai yang berkelok. Sawah-sawah yang hijau kuning. Rumah-rumah mungil.

“Cobalah terbang sendiri, Lila.” Perlahan Ibu Peri melepaskan genggaman tangannya.

Lila mengangguk. Mencoba menyeimbangkan tubuh. Awalnya masih canggung, tapi sebentar kemudian dia mulai terbiasa. Lila dan Ibu Peri terbang melintasi pucuk-pucuk cemara, bercengkerama dengan rama-rama, dan menyapa burung dara.

“Kita mau kemana, Ibu Peri?”

“Menemui kedamaian, Sayang. Tempat dimana segala kesukaran tak lagi dirasa. Tempat terindah untuk berbahagia.”

Meski tak paham, Lila tak bertanya lebih jauh. Dia hanya terbang mengikuti Ibu Peri, di antara suasana alam yang hangat menyenangkan.

Tapi cuaca cerah tak berlangsung lama. Langit mendadak gelap. Sesekali petir menyambar. Hujan deras turun tiba-tiba. Lila kebingungan mencari tempat berteduh. Di depan, Ibu Peri tak lagi terlihat.

Di antara derai hujan telinga Lila menangkap suara. “ Jangan menangis, Ma. Mama sayang sama Lila, kan?”

Ajaib! Suara itu membuat hujan berhenti. Petir menghilang. Langit berangsur-angsur cerah.

**********

“Bacakan terus dongeng itu untuk Lila, Ma. Relakan dia pergi.”

Ayah Lila mengusap bahu istrinya yang mencoba terus bercerita meski terisak dan berlinang air mata. Di hadapan mereka terbaring tubuh mungil dan kurus Lila. Matanya mengatup tapi bibirnya tersenyum. Lila tengah menjadi peri kecil dalam mimpi terakhirnya. Diiringi dongeng kesayangan dia terbang menuju keabadian.

300 kata.

35 komentar pada “[Flashfiction] Lila”

  1. ceritanya bagus,
    merangkai kata-katanya dlam bercerita jg keren
    buatku terhanyut dengan suasana ceritanya
    😀

Tinggalkan Balasan ke redronal Batalkan balasan