[Cerita Misteri] Pelangkah Jasad

kucing hitam

Sore sebentar lagi berakhir. Sisa-sisa sinar matahari menyemburat di lengkung langit, menghasilkan siluet magis yang menggentarkan hati. Alam mulai hening menyambut malam. Kesunyian siap bertahta di atas cakrawala sebuah desa sederhana.

Namun sunyi lebih dahulu hadir di sebuah rumah beratap rumbia dan berdinding tepas yang terletak di pinggir sungai. Rumah Mbah Ramlah. Beberapa orang duduk diam di kamar milik perempuan berusia nyaris seabad  yang menderita sakit sejak seminggu lalu.

“Sudah ndak ada harapan. Tinggal menunggu waktu saja.” Seorang mantri yang duduk di samping ranjang berbisik lirih.

“Pak…”

Mantri menolehkan pandangan pada seorang gadis yang bersimbah air mata. “Kamu sabar ya, Ning. Doakan mbahmu jalannya lancar. Diampuni dosa-dosanya sama Gusti Allah.”

Ningsih menggigit bibirnya kuat-kuat. “Mbah jangan mati! Nanti Ningsih sama siapa, Mbah?”

Seorang tetangga memeluk Ningsih. Tangannya mengusap rambut Ningsih yang tersedu. “Sabar ya nduk, sabar.”

Dari arah ranjang terdengar suara seperti orang mengorok. Mulut Mbah Ramlah membuka. Matanya mendelik-delik dan tubuhnya bergetar.

Mantri bergegas mendekatkan bibirnya ke telinga Mbah Ramlah. “Nyebut, Mbah, nyebut.”

Semua orang serempak membacakan talqin, merasa jeri melihat Mbah Ramlah meregang nyawa. Ningsih memejamkan matanya, tak sanggup melihat. Doa terus ia panjatkan. Menit demi menit berlalu dengan sangat lambat.

“Aaaah….”

Akhirnya napas terakhir Mbah Ramlah lepas dari tubuhnya. Semua wajah tunduk berduka.

*****

Jasad Mbah Ramlah dibaringkan di ruang tengah. Sudah diputuskan, pemakaman akan dilakukan esok pagi. Warga kampung mulai berdatangan, mengaji untuk Mbah Ramlah.

Malam kian larut.  Kini hanya ada beberapa lelaki dan perempuan yang masih ada di rumah duka.

“Mus, lihat Ningsih ndak?”

“Lha, ndak Bu.”

“Tadi saya suruh dia memotong kuku biar besok pas memandikan Mbahnya ndak nyakitin badan. Lah, kok sekarang ndak  kelihatan ya?”

Seorang perempuan yang sedang melipat kafan menyela,”Tadi dia pamit sama saya, mau nyari kucing kesayangan Mbahnya. Lha, buat apa toh malam-malam begini? Sudah saya larang, tapi dia ngeyel.”

Tiga orang itu diam sejenak.

“Aku tahu ini ndak elok dibicarakan sekarang, “perempuan pemegang kafan berbisik sambil melirik kanan kiri. “Tapi kalian tahu ndak kalau Mbah Ramlah punya ilmu?

Dua wajah di depannya menggeleng. Lelaki yang dipanggil Mus begitu antusias menerima fakta baru tentang Mbah Ramlah. Ia bahkan mengabaikan ekor matanya yang menangkap bayangan seseorang menyelinap masuk dari samping rumah.

“Iya, ngelmu! Kalau sudah tinggi, pemilik ilmu ini kalau mati bisa hidup lagi!” Perempuan itu bercerita dengan semangat.

“Masak sih, Mbak? Ndak percaya aku.” Perempuan lain menukas.

“Lah, ini kan katanya. Caranya bikin kucing hitam yang semua bulunya hitam melangkahi mayat. Lalu mayat akan bangkit lagi.”

“Hiii, serem!”

Mus hanya bisa melongo. Lalu pikirannya mendadak tertuju pada seseorang yang tadi menyelinap masuk ke dalam rumah. Seseorang itu menggendong seekor kucing!

“Gusti Allah!” Mus bergegas menuju ke dalam rumah. Dua perempuan itu mengikuti dengan keheranan.

Di dalam rumah, sudah ada Ningsih yang berdiri di samping jasad Mbah Ramlah. Ia memeluk seekor kucing hitam. Kucing itu menatap tiga orang di ambang pintu. Ketiganya gemetar ketakutan. Wajah mereka pias. Bukan karena tatapan kucing, melainkan karena ada sesuatu yang bergerak di bawah kain panjang yang menyelubungi jasad Mbah Ramlah. Bibir Ningsih menyungging senyum. Ada yang kembali dari kematian.

“Mbah!”

41 komentar pada “[Cerita Misteri] Pelangkah Jasad”

    1. Gosipnya… Eh, katanya sih mesti kucing hitam. Hehe. Nah, soal penyebutan dilangkahi atau dilompati memang seharusnya dilompati, sebab kaki kucing nggak cukup panjang. Hanya saja dalam bayanganku, tubuh si mayat tidak dilewati dalam sekali langkah, tapi si kucing naik ke tubuhnya lalu melangkah hingga ke sisi lain. Begitulah.
      Terima kasih sudah mampir. 🙂

  1. hebat euy. ningsihnya nggak takut gitu sama mbah yang dihidupkan kembali. nggak takut digigit ya? – ningsih-dent evil

    1. ningsih lebih takut mbahnya (beneran) mati ketimbang mbahnya hidup (lagi).
      mbak tami, makasi udah mampir yaa 🙂

  2. Awalnya aku mau bikin cerita dari mitos ini, tapi yakin pasti ada yang nyamain. Untungnya keduluan kamu Ga. Secara cerita gak ada masalah. Dialog lancar, khas kamu. Keren Ga!!

  3. Untung masih jam 9 disini, coba klo pas tengah malam, merinding baca kisah ini :D.
    Itu kucing hitam beneran melangkahi jasad mbah Ramlah atau cuma disebelah jasadnya saja?. Kalau sih mbak bangun, mungkin mati suri.

    1. ceritanya udah melangkahi, Nel. Nah, apakah si Mbah mati suri? Terserah pembaca. 🙂 | Makasih udah mampir yaaa

Tinggalkan Balasan ke riga Batalkan balasan